Tema : Pelaksanaan Fungsi DPR dalam Pengembangan Demokasi di Indonesia

PRAGMATISME FUNGSI DPR-RI DALAM PERWUJUDAN SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA
"Kita ingin kedaulatan kita tegak untuk wilayah kita, dari Sabang sampai Merauke. Dari pulau Miangas sampai Pulau Rote. Kalau ada negara yang ganggu kedaulatan, harus kita usir," Presiden SBY, Agustus 2010.
Tentunya  kata-kata yang  dipaparkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono ini bukan merupakan celotehan politik belaka. Ada arti implisit yang ingin beliau sampaikan dari kalimatnya. Kata “kita” yang dipaparkan oleh Beliau tentu saja sudah merangkul seluruh rakyat pribumi yang menjunjung tinggi nama Bangsa, mulai dari tumpah darah perjuangan dari rakyat untuk rakyat sehingga terukirlah lembaran naskah proklamasi yang mengabulkan cita-cita bangsa, pastinya sangatlah apatis jikalau membiarkan kedaulatannya terganggu. Rakyat yang berdaulat, maka rakyatlah yang menghendaki urusan kehidupan Negara.
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kalimat yang dilayangkan oleh mantan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln tersebut menjadi kata-kata kunci penerangan terhadap azas yang menjadi dambaan suatu kehidupan bernegara bagi rakyat khususnya rakyat Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1945,  hari ketika Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara yang utuh, melalui UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut suatu paham atau ajaran yang disebut demokrasi, sistem  pemerintahan yang mekanismenya  berupaya mewujudkan suatu kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif).
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi sistem pemerintahan demokrasi. Faktanya, untuk di Asia Tenggara, Indonesia termasuk Negara terbaik dalam menjalankan sistem demokrasinya. Kenyataan tersebut lumrah membuat rakyat Indonesia tersenyum. Didalam praktik kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini, paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia menyatukan berjuta perbedaan antar suku bangsa, budaya, dan bahasa yang beragam di Indonesia.
Tentunya di balik senyuman rakyat Indonesia terhadap azas demokrasi yang dihirup sehari-harinya ada lembaga yang menjamin perwujudan sistem demokrasi (pragmatisme) yang menjadikan azas demokrasi sebagai postulat terhadap fungsi-fungsi terkait demokrasi oleh lembaga tersebut di Indonesia. Lembaga tersebut yaitu Dewan Perwakilan Rakyat  Republik Indonesia (DPR-RI).
Dalam pelaksanaan demokrasi pancasila ada satu lembaga yang menjadi sarana pengimplementasiannya, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam sistem politik dan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia. Dalam sistem pemerintahan demokrasi DPR merupakan perangkat kenegaraan yang sangat penting kedudukannya, maka konsep kedaulatan menjadi salah satu parameter. Peran DPR semakin penting dalam perwujudan demokrasi setelah masa reformasi, yang paling utama terhadap implikasi dari perubahan terhadap UUD 1945 dan penerapan Undang Undang No.22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Perubahan-perubahan pun secara perlahan terjadi di DPR, sejak adanya perubahan struktural di tingkat konstitusi tersebut dan sejak pemilihan anggota DPR pasca orde baru pertama kali pada tahun 1999. Tentunya berbagai perubahan tersebut menjadi tolak ukur masyarakat atas apa yang menjadi peranan DPR dalam pragmatisme azas demokrasi di tanah air.
Salah satu fungsi utama dari DPR-RI adalah memperkenalkan nama-nama badan legislatif  atau badan pembuat Undang-Undang kepadanya yang mencirikan demokrasi, dimana melalui fungsi ini parlemen menunjukkan bahwa DPR-RI sebagai perwakilan rakyat dengan mendengarkan dan mengimplementasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya ke dalam pasal-pasal Undang-Undang. Fungsi Legasi ini jelas tercantum dalam Pasal 20 UUD 1945 secara khusus dalam membahas aturan-aturan legasi yang diemban oleh DRR-RI bahwa DPR-RI yang memegang kekuasaan untuk suatu pembentukan Undang-Undang yang juga berasal dari aspirasi-aspirasi rakyat untuk rakyat. Kemudian, pembahasan Undang-Undang tersebut dilakukan oleh DPR bersama Presiden, karena untuk mencapai suatu mekanisme konstitusional pengesahan Undang-Undang harus mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden.
Aspirasi masyarakat disini merupakan bentuk partisipasi aktif  rakyat terhadap suatu proses pembangunan yang sedang berjalan sebagai salah satu dari esensi penerapan demokrasi di tanah air, serta ditambah lagi dengan timbulnya suatu kesadaran bernegara melalui kepedulian masyarakat terhadap perilaku serta etika anggota Dewan, dikarenakan oleh hakekat tugas dari DPR-RI itu sendiri yaitu mendukung serta melakukan penindaklanjutan terhadap aspirasi masyarakat yang dilakukan dengan alat kelengkapan Dewan yang tersedia.
Tentu saja menampung aspirasi rakyat bukan kegiatan yang simsalabim, karena ini merupakan tugas yang besar untuk pemutusannya oleh DPR. Penindaklanjutan setelah penampungan aspirasi adalah melalui alat kelengkapan dengan melaksanakan Rapat Kerja, RDP, RDPU, bahkan Kunker. Tidak hanya itu, Badan kehormatan DPR-RI sebagai salah satu Alat Kelengkapan Dewan juga menerapkan suatu kewajiban yang sangat esensial, yaitu menyerap, menghimpun, menampung, serta menindakanjuti aspirasi maupun pengaduan dari masyarakat, terutama pengaduan terhadap etika yang Dewan yang tidak pantas. Bahkan anggota dewan hanya dapat bekerja jika adanya aduan atau aspirasi dari masyarakat itu sendiri, Ya, itulah demokrasi kita.
Jikalau diikuti secara seksama tentang aturan yang diperuntukkan untuk DPR-RI di UUD 1945, dapat dikatakan DPR mempunyai peranan penting sekali dalam sistem ketatanegaraan Indonesia khususnya menyangkut tentang rakyatnya yang mendambakan perealisasian azas demokrasi. Dewan Perwakilan Rakyat merupakan bukti dan bentuk nyata terhadap hasil konsepsi perwakilan dan penampungan aspirasi rakyat dewasa kini, sehingga DPR dianggap mampu merumuskan segala aspirasi serta keluh kesah masyarakat yang menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.
Proses penampungan aspirasi masyarakat oleh DPR-RI dimulai dari proses perencanaan, pembuatan, persetujuan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU)/ius constituendum sehingga mendapatkan segala pengesahannya menjadi ius constitutum yaitu Undang-undang yang menjadi suatu kaedah hukum umum/abstrak di Indonesia, dan setiap Undang-Undang yang disahkan akan memberikan suatu konsekuensi dan keterkaitan rakyat Indonesia terhadap Undang-Undang tersebut. 
Fungsi DPR-RI dalam  bidang legislasi ini juga dilakukan atas pengawasan terhadap penerapan undang undang tersebut. Ada beberapa langkah pengawasan yang diterapkan, yaitu melalui suatu komisi yang mengamati serta mengawasi jalannya penerapan suatu undang-undang termasuk APBN, dan cara kedua sebagai langkah pengawasan jalannya undang-undang yaitu dengan mengikuti perkembangan serta melakukan evaluasi terhadap jalannya suatu undang-undang di dalam kehidupan nyata, langkah ini dilakukan melalui koordinasi antara komisi-komisi melalui Badan Legislasi.
Dari pernyataan di atas sudah jelas bahwa fungsi DPR-RI dalam menampung aspirasi masyarakat Indonesia tidak berhenti di secarik kertas yang berharga saja, tetapi juga pengimplementasian atau perwujudannya menjadi ujung tombak misi DPR-RI itu sendiri. Selain itu fungsi DPR-RI sebagai badan legislasi juga merupakan suatu gambaran perkembangan hukum nasional, khususnya terhadap pembangunan materi hukum.
Selain menampung aspirasi rakyat sesuai dengan azas demokrasi, secara substantif, perwujudan undang-undang yang menjadi tugas Negara tidak saja diperuntukkan untuk menciptakan keadilan di masyarakat, tetapi juga mengatur tata kehidupan di dalam bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara. Berdasarkan pragtisme salah satu fungsi DPR-RI ini sudah jelas menggambarkan realisasi terhadap perwujudan demokrasi di Indonesia oleh perwakilan rakyat itu sendiri.
Marzuki Ali, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), pernah menyampaikan rasa bangganya terhadap sistem demokrasi di Indonesia, “Keberhasilan Indonesia sebagai Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi saat ini mendapat perhatian masyarakat Internasional terutama Negara-negara Islam. Banyak Negara Islam datang ke DPR ingin belajar tentang demokrasi di Indonesia. Afghanistan yang baru saja menerapkan azas demokrasi juga datang ingin belajar.” Begitulah pernyataan beliau ketika menyampaikan ceramah di Mesjid Istiqlal (10/8/12).
Dari pernyataan beliau diatas mungkin kita dapat membusungkan dada karena menjadi bagian yang mencicipi azas demokrasi yang telah turut tercipta oleh dewan perwakilan di Indonesia. Tetapi, ada satu hal yang harus menjadi kata-kata penekanan atas diri sebagai rakyat Indonesia, yaitu kesadaran bernegara. Tong kosong nyaring bunyinya, peribahasa tersebut mungkin sudah sangat kaku di jaman sekarang, tetapi peribahasa ini sangatlah  pantas ditujukan kepada masyarakat yang terus menerus mengeluarkan aspirasinya dan menuntut hak-haknya tanpa pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sebagai warga Negara Indonesia. Oleh karena itu mari bersama menjadi rakyat seperti benang sari pada bunga yang mengemban fungsi berbeda dengan putik bunga tetapi memiliki satu pegangan kuat oleh tangkai bunga, dalam hal ini putik bunga adalah DPR, tangkai bunga merupakan Negara dan benang sari ada masyarakat yang madani serta dirangkai oleh kesejahteraan masyarakat sebagai mahkota bunga. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Karena aksi berawal dari kita, rakyat Indonesia, itulah demokrasi!.